MamaOla

Sunday, August 29, 2010

Lilin-lilin Kecil Di Tengah Pudarnya keKristenan

Laporan dari Belanda:
Lilin-lilin Kecil Di Tengah Pudarnya keKristenan

oleh: Merlyna Lim

“Belanda” adalah kata yang tidak asing di telinga orang Indonesia. Kata ini tercatat ratusan atau bahkan ribuan kali di buku-buku sejarah yang diajarkan dari SD sampai SMU. Lewat semboyan “Gold, Gospel, Glory” –nya, Belanda dianggap sebagai penyebar agama Kristen di Indonesia selain sebagai penjajah. Secara kronologis sebetulnya Belanda bukanlah sumber keKristenan pertama di Indonesia. KeKristenan sudah memasuki Indonesia di abad ke 16 dengan disebarkannya agama Katolik oleh bangsa Portugis di kepulauan Maluku, Ambon, Ternate, Solor dan Nusa Tenggara. Walaupun begitu, Belanda memang menjadi sumber Kristen Protestan pertama di Indonesia dengan datangnya Zending ke Minahasa pada tahun 1831 yang dipelopori oleh Pdt. Riedel dan Pdt. Schwarz.

Ironisnya, keKristenan di pusat Protestanisme masa lampau ini kini bagaikan orang asing di rumah sendiri. Cengkeraman sekularisme dan kapitalisme menyebabkan jumlah pengunjung gereja di Belanda turun drastis dalam beberapa dekade terakhir ini. Gereja umumnya hanya dipenuhi oleh kaum lansia. Sejumlah gereja bahkan terpaksa tutup karena kekurangan anggota.

Menurut Leenderd van der Deijl, direktur School of Marketing & International Business, Saxion Hogeschool Enschede yang diwawancarai oleh LIFE!crew, gereja-gereja konvensional di Belanda telah kehilangan anggota sejak tahun 1960-an. Van der Deijl juga mengutarakan bahwa sekitar 50 tahun yang lalu, lebih dari 50% populasi Belanda masih menghadiri ibadah Minggu secara teratur, tapi sekarang ini kurang dari 25% yang masih setia beribadah. Sebagian besar masyarakat Belanda bahkan tidak tahu apa artinya hari raya Natal, Paskah, dan Pentakosta.

Menurut statistik yang dipublikasikan oleh Metro, sebuah koran berbahasa Belanda, mereka yang mengaku beragama Katolik jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh populasi, yang beragama Protestan 5%, Yahudi 1% dan yang terbesar adalah Muslim sebanyak 13%. Ini belum termasuk para imigran gelap yang kebanyakan menganut agama Islam.
Masa Depan Kekristenan di Belanda
Dalam keadaan seperti ini, apakah keKristenan di Belanda akan terus memudar dan bahkan mati? Van der Deijl dengan optimis menjawab, “Tidak, saya yakin Tuhan mencintai masyarakat Belanda dan Dia akan menarik banyak domba yang tersesat kembali padaNya!”. Ayah dari 4 orang anak ini juga mengemukakan bahwa saat ini masyarakat Belanda lebih terbuka untuk mendengar berita Injil dibanding beberapa dekade yang lalu. Generasi muda Belanda yang memang tidak pernah mengenal kebenaran Firman Tuhan pun biasanya bersikap lebih terbuka. Mereka tidak memiliki sikap negatif terhadap Injil seperti generasi-generasi sebelumnya.

Van der Deijl menceritakan salah satu keajaiban yang terjadi di hari-hari ini, yang menimbulkan harapan akan tumbuhnya kembali keKristenan. “Kini popularitas broadcasting Kristen Evangelische Omroep (EO) berkembang pesat. Saat ini EO bahkan menjadi salah satu komunitas broadcasting terbesar di Belanda dengan jumlah anggota lebih dari 500,000 orang.” kata Van der Deijl. Hal lain yang memberi harapan akan tumbuhnya keKristenan (walaupun tidak pesat) adalah ‘free churches’ yang berakar pada gerakan Kekristenan modern seperti Baptis, Pantekosta dan Karismatik.

Potret Kehidupan Umat Kristen di Enschede
Untuk lebih dari sekedar menjawab pertanyaan tentang masa depan keKristenan di Belanda, LIFE!crew ingin mengajak pembaca untuk melihat lebih dekat keKristenan di negara pengayuh sepeda ini dengan memotret kehidupan masyarakat Kristen di Enschede, Belanda.

“Enschede, di mana ya? Ada universitas apa di sana?” Pertanyaan-pertanyaan ini sering ditujukan pada LIFE!crew yang sedang menyelesaikan studi di kota ini.*) Enschede, kota kecil yang sepi hiburan ini, memang jarang disebut-sebut orang. Terletak di perbatasan timur Belanda dan Jerman, Enschede merupakan salah satu kota paska perang dunia ke-2. Di kota ini terdapat 3 perguruan tinggi, yakni: Saxion Hogeschool Enschede, International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation, serta Universitas Twente (universitas termuda, tapi juga yang terbaik di Belanda selama 3 tahun terakir menurut ‘Selection Guide for Higher Education’).

Berbeda dengan Amsterdam dimana 59% dari penduduknya mengaku Ateis, kehidupan beragama di Enschede terasa cukup kental. Gereja-gereja masih dipenuhi jemaat dan walaupun umat Kristen di Enschede tidak mendominasi posisi-posisi kunci, masih terdapat sejumlah kecil posisi strategis yang diduduki orang Kristen. Menurut van der Deijl, 2 dari 7 anggota Dewan Kota Enschede adalah orang Kristen. Kedua orang ini, Jeroen Goudt dan Tymon de Weeger, selalu berdoa bersama seminggu sekali bagi kota mereka.

Walaupun kota kecil, jumlah komunitas Kristen di Enschede cukup banyak, termasuk bagi kaum mudanya seperti komunitas Agape,VGST, Alpha dan RSK. Komunitas RSK termasuk yang rajin melakukan berbagai kegiatan seperti Malam Doa dan Pujian Internasional, Bazaar tahunan, dansa dan makan malam serta apresiasi seni.

Selain komunitas orang Belanda, komunitas Kristen internasionalnya pun cukup aktif. Salah satunya adalah ITC Christian Fellowship (ITC-CF), satu-satunya gereja berbahasa Inggris yang bersifat inter-denominasi. Walaupun tidak memiliki gedung gereja, setiap hari Minggu tempat beribadah ITC-CF di Schermerhorn Lounge di Hotel Dish selalu dipenuhi paling tidak 75 - 100 jemaat yang kebanyakan adalah mahasiswa. Anggota ITC-CF terdiri dari berbagai bangsa, termasuk dari Amerika, Asia, Eropa, dan Afrika.

Satu komunitas Kristen di Enschede yang unik dan sangat aktif adalah International Fellowship of Evangelical Students (IFES) atau lebih dikenal sebagai Bible Study Twente (BS-Twente). Pertemuan BS-Twente diadakan setiap hari Selasa malam dan biasanya dihadiri sekitar 15-30 anggota yang berasal dari berbagai penjuru dunia, campuran antara mahasiswa Belanda dan internasional. Pertemuan diadakan di rumah anggota secara bergilir dan berlangsung sekitar 3.5 jam dari pukul 18:30 sampai 22:00. Setiap pertemuan selalu dimulai dengan acara makan-malam dan diikuti dengan pujian dan pemahaman Alkitab (PA), lalu diakhiri dengan doa kelompok.

Acara makan malam dengan sistem ‘masak bergilir’ menjadi daya tarik sendiri. Julian Echeverry dari Kolumbia berpendapat bahwa sistem ini memberikan kesempatan bagi para anggota BS untuk mencicipi makanan beragam rasa dan gaya dari pelbagai penjuru dunia. Ini memang jadi suatu berkat yang unik bagi para anggota BS-Twente.

Diluar pertemuan Selasa malam, anggota BS-Twente memiliki banyak kegiatan lain termasuk masak dan makan bersama, berenang, ice-skating, belajar salsa dan traveling. Bagi para anggotanya, BS-Twente memang lebih dari sekedar kelompok PA. Rihard dan Susy, pasangan muda dari Indonesia yang sedang menantikan kehadiran anak pertama mereka, benar-benar merasa bahwa komunitas BS dan ITC-CF menjadikan kehidupan di Enschede bervariasi dan menyenangkan. “Nggak nyangka kalo di negeri orang ternyata gue bisa ngerasa at home.” komentar Susy yang baru 10 bulan tinggal di Enschede, menyusul sang suami yang sedang mengikuti studi doktoralnya di Universitas Twente (UT).

Walaupun bersifat spiritual, BS-Twente ini adalah komunitas penuh canda. Anggota-anggotanya lebih sering kelihatan ‘cacat’ nya alias nggak pernah serius. “Justru ‘cacat’nya itu yang malah bikin kangen”, ujar Ime, aktivis BS asal Jakarta. “BS is a bunch of nice and fun people”, kata Bram Zuur, pemuda Frisland-Belanda yang baru saja lulus program Master jurusan Teknik Elektro di UT. Satu hal yang pasti, bagi semua anggotanya, BS-Twente adalah tempat istimewa yang penuh dengan cinta kasih. “You can just feel the love when you’re among them here!”. tutur Ime, lulusan ITB yang sedang studi kerja di UT.

Keberadaan Agape, VGST, Alpha, RSK, ITC-CF dan BS-Twente membuktikan bahwa walaupun keKristenan di negeri kincir angin ini sedang beku, ternyata masih ada lilin-lilin kecil yang menyala. Enschede hanyalah sebuah potongan kecil dari potret besar umat Kristen di Belanda. LIFE!crew yakin, di kota-kota Belanda lainnya pun, api Kristus masih menyala dan memang tidak pernah padam. Jika saatnya tiba, api kecil ini akan berubah menjadi api besar yang berkobar-kobar. **)

*) penulis adalah kandidat Ph.D dari Technology & Society Studies di Universitas Twente

No comments:

Post a Comment