Resep
1: God as the Foundation of Marriage
Kekuatan sebuah rumah
ditentukan dari fondasinya begitu pula halnya dengan pernikahan.
Kalau Anda mengikuti berita terbaru dari
Hollywood, maka Anda pasti sudah mendengar berita perceraian Jessica Simpson dan Nick Lachey beberapa bulan yang lalu.
Pernikahan yang dianggap begitu ideal (sampai-sampai sempat menjadi tontonan reality show MTV berjudul “Newlyweds”)
ternyata keropos fondasi dasarnya.
Fondasi adalah bagian yang tak kelihatan tapi
merupakan yang terpenting dalam sebuah pernikahan. Karena itu, resep rahasia
pertama yang akan dikupas oleh majalah getLIFE! bekerja sama dengan program
radio I DO adalah fondasi pernikahan yang benar. Pernikahan Kristen tidak bisa
tidak harus meletakkan Tuhan sebagai dasar. (Jikalau bukan Tuhan yang membangun
rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya. Mazmur 127:1a) Tanpa Tuhan,
pernikahan menjadi sia-sia. Arah dan tujuan pernikahan Kristen sudah ditetapkan
dalam Firman Tuhan dan hanya ketika Anda taat pada Firman maka akan ada damai
sejahtera dalam keluarga Anda.
Apa implikasi menjadikan Tuhan sebagai fondasi
pernikahan?
Pertama-tama, pernikahan ini harus
dilakukan oleh dua anak Tuhan yang seiman. 1 Petrus 2: 9 berkata: “Kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
Allah sendiri.” Karenanya, janganlah menjadi pasangan yang tidak seimbang
dengan mereka yang belum di dalam Allah (2 Korintus 6:14). Pernikahan Kristen
haruslah berpijak pada kebenaran ini. Lewat pernikahan, Allah hendak membentuk
sebuah bangsa yang kudus di mana anak-anak yang dilahirkan kelak akan menjadi
rekan Allah dalam menggarap dunia.
Kedua, pernikahan yang
berfondasikan Tuhan berarti pernikahan yang monogami. Satu istri dan satu suami
seumur hidup. Ketika membahas hukum bagi raja Israel, Ulangan 17: 17 mencatat
perintah ini: “Juga janganlah ia mempunyai banyak istri, supaya hatinya jangan
menyimpang.” Seorang laki-laki Kristen diperintahkan untuk menikmati hidup
dengan satu istri saja. Terlepas dari alasan-alasan yang mungkin kedengaran
mulia, poligami pada akhirnya selalu menyusahkan. Yakobus 1: 8 dengan tegas
mengatakan bahwa orang yang mendua hati tidak akan tenang hidupnya. Tuhan tidak
mengijinkan hadirnya pihak ketiga dalam rumah tangga. Hubungan segitiga yang
ada dalam pernikahan seharusnya hanya antara suami, istri, dan Tuhan sebagai
inisiator pernikahan itu sendiri.
Ketiga, pernikahan itu haruslah
merupakan komitmen seumur hidup. 1 Petrus 3: 7 mengatakan bahwa istri adalah
“teman pewaris dari kasih karunia” bagi para suami. Tuhan tidak mengenal
istilah perceraian dalam kamus-Nya, Ia juga tidak mengenal istilah “pisah
rumah”. Pernikahan berarti bersama-sama dalam kasih karunia, bukan sekedar
selembar sertifikat yang disimpan di laci sementara dua orang yang namanya
tercantum di sana sudah tidak mau lagi bertegur sapa.
Tuhan sebagai fondasi pernikahan juga telah
menentukan peran yang spesifik bagi suami dan istri. Suami ditugaskan untuk
menjadi kepala (bisa dibaca di Efesus 5: 22-33) sementara istri dipercaya untuk
menjadi penolong (Kejadian 2: 18). Sebagai kepala, suami harus mencontoh
Kristus dalam arti ia harus berkorban, menjadi pembela dan pelindung, serta
menjadi pengarah rohani bagi keluarga. Sebaliknya, istri diharapkan dapat
menjadi penolong seperti halnya Allah yang juga memiliki sifat serupa (baca
Mazmur 42: 6 dan Yohanes 14: 16).
Hanya dengan melandaskan diri pada Tuhan maka
sebuah pernikahan siap bertahan terhadap sebagai badai tantangan. Ini resep
pernikahan bahagia yang paling utama dan
pertama. Resep selanjutnya dapat Anda ikuti di getLIFE! nomor depan.**(SL)
No comments:
Post a Comment